KONSUMSI
1. Teori Pendapatan Absolut tentang Konsumsi
John Maynard Keynes lewat bukunya berjudul The General Theory of Employment, Interest, and Money , mengemukakan suatu teori konsumsi yang disebut teori teori pendapatan absolut tentang konsumsi atau lebih dikenal dengan hipotesis pendapatan absolut. Teori konsumsi dari Keynes tersebut didasarkan atas dasar hukum psikologis yang mendasar tentang konsumsi, yang mengatakan apabila pendapatan mengalami kenaikan, maka konsumsi juga akan mengalami kenaikan, tetapi dengan jumlah yang lebih kecil. Kecenderungan mengkonsumsi rata-rata akan semakin kecil apabila tingkat pendapatan naik. Hal ini berarti bahwa kalau pendapatan naik, maka rumah tangga akan mengkonsumsi fraksi atau bagian dari pendapatan yang semakin kecil. Kecenderungan menabung rata-rata akan semakin besar apabila pendapatan naik.
Versi dari fungsi konsumsi yang baru saja dijelaskan di atas inilah yang dinamakan hipotesis pendapatan absolut (absolute income hypothesis atau AIH). Apa yang dikemukakan keynes tersebut melalui AIH-nya itu, ternyata telah mendapatkan kritikan dari para ahli ekonomi diantaranya adalah Simon Kuznets (1949), menemukan bahwa kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (APC) ternyata tidak turun dan APS juga tidak naik ketika pendapatan naik. Dengan perkataan lain, Kuznets menemukan bahwa APC hampir stabil atau konstan selama periode penelitian tersebut, dan diperkirakan besarnya berkisar antara 0,84-0,89 atau rata-rata sekitar 0,86. Oleh karena APC=MPC, maka itu berarti MPC juga memiliki nilai yang besarnya sekitar 0,86 dan bersifat stabil atau konstan.
Raymond Goldsmith (1955) menemukan bahwa MPC rata-rata untuk periode tersebut adalah sekitar 0,88. Jadi, studi-studi tentang fungsi konsumsi jangka panjang tersebut, baik yang dilakukan Kuznets maupun Goldsmith tidak memberikan konfirmasi tentang hipotesis pendapatan absolute (AIH) dari Keynes bahwa APC menurun kalau pendapatan naik.
2. Teori Pendapatan Relatif tentang Konsumsi
James S.Duesebberry mengemukakan hipotesis pandapatan relatif lebih menekankan pada pendapatan relatif daripada pendapatan absolut. Selai itu RIH mengatakan bahwa pengeluaran konsumsi dari individu atau rumah tangga tidak tergantung pada pendapatan sekarang dari individu, tetapi lebih tergantung pada tingkat pendapatan tertinggi yang pernah dicapai seseorang sebelumnya.
Menurut Duesenberry pengeluaran konsumsi seseorang atau rumah tangga bukanlah fungsi dari pendapatan absolut, tetapi fungsi dari posisi relatif seseorang di dalam pembagian pendapatan di dalam masyarakat. Artinya, pengeluaran konsumsi individu tersebut bergantung pada pendapatan relatif terhadap pendapatan individu lainnya di dalam masyarakat . dalam kaitan ini, James Duesenberry menyebutkan ada dua karakteristik penting dari perilaku konsumsi rumah tangga yaitu adanya sifat saling ketergantungan (interdependent) diantara rumah tangga, dan tidak diubah-ubah (irreversibility) sepanjang waktu. Saling ketergantungan disini menjelaskan mengapa rumahtangga berprndapatan rendah cenderung memiliki APC yang lebih tinggi daripada rumahtangga berpendapatan tinggi. Hal ini terjadi karena rumahtangga yang berpendapatan rendah telah terkena apa yang oleh James Duesenberry namakan sebagai efek demonstrasi (demonstration effect), dimana masyarakat berpendapatan rendah cenderung meniru atau mengkopi pola konsumsi dari masyarakat di sekelilingnya yang cenderung menaikkan pengeluaran konsumsinya.
Adanya sifat irreversibility dari perilaku konsumsi tersebut telah menyebabkan timbulnya short-run ‘ratchet’ effect dari perubahan di dalam pendapatan, dimana seseorang atau rumahtangga lebih mudah untuk meningkatkan pengeluaran konsumsinya kalau terjadi kenaikan pendapatan, tetapi sebaliknya lebih sulit untuk mengurangi pengeluaran konsumsi kalau terjadi penurunan pendapatan. Dengan perkataan lain, seseorang atau rumahtangga menurut Duesenberry akan berusaha sedemikian rupa untuk mempertahankan standar hidup atau pola konsumsi mereka, dan hal itu dilakukan dengan cara mengurangi tabungan mereka. Singkatnya, adanya sifat irreversibility dari pengeluaran konsumsi rumahtangga itu mempunyai makna bahwa sekali fungsi konsumsi jangka pendek itu bergeser ke atas, maka akan sangat sulit untuk begeser kembali ke bawah apabila terjadi penurunan di dalam pendapatan.
3. Teori Siklus Kehidupan tentang Konsumsi
Teori konsumsi yang dikembangkan oleh Albert Ando, Franco Modigliani, dan Richard Brumberg, yang lebih dikenal dengan teori siklus kehidupan tentang konsumsi atau hipotesis siklus kehidupan, hal ini merupakan penyempurnaan dari teori pendapatan absolut dan teori pendapatan relatif yang telah dikemukakan sebelumnya.
Menurut pencetus teori ini, tingkat konsumsi seseorang atau rumahtangga tidak hanya bergantung pada current income pada periode itu saja, akan tetapi juga dan bahkan yang lebih penting adalah pada pendapatan yang diharapkan diterima dalam jangka panjang.
Menurut teori ini, faktor sosial ekonomi seseorang atau rumahtangga sangat mempengaruhi pola konsumsi orang atau rumahtangga tersebut. Teori ini membangi pola konsumsi seseorang menjadi 3 bagian, yaitu (1) sebelum seseorang dapat menghasilkan sendiri pendapatan, maka ia akan mengalami tabungan negatif (dissaving) (ia berkonsumsi akan tetapi tidak menghasilkan pendapatan), (2) dimana seseorang berusia kerja dan dapat menghasilkan sendiri pendapatan sampai ia tepat pada saat berusia tidak bisa bekerja lagi, dan dalam kondisi ini orang tersebut akan mengalami saving, (3) saat dimana seseorang pada usia tua dan tidak mampu lagi untuk menghasilkan sendiri pendapatan. Pada saat ini orang tersebut kembali mengalami dissaving. Konsumsi tidak hanya bergantung pada current income, akan tetapi juga pada expected future dan current assat holdings.
4. Teori Pendapatan Permanen tentang Konsumsi
Teori yang dikembangkan oleh Milton Friedman di dlam bukunya dikenal dengan teori pendapatan permanen tentang konsumsi atau hipotesis pendapatan permanen (permanent income hypothesis, PIH), mengemukakan bahwa pengeluaran konsumsi sekarang(current comsumtion) bergantung pada pendapatan sekarang (current income) dan pandapatan yang diperkiraan di masa yang akan datang (anticipated future income). Friedman mempostulatkan bahwa konsumsi adalah proporsional terhadap pendapatan. Pendapatan permanen adalah pendapatan rata-rata yang diharapkan diterima seseorang selama masa hidupnya, baik yang bersal dari kekayaan manusia maupun kekayaan bukan manusia.
Dalam jangka panjang menurut teori PIH, pengeluaran konsumsi adalah proporsional terhadap pendapatan dikarenakan permanent income dan actual income adalah sama secara rata-rata. Dalam jangka pendek, variasi di dalam actual income yang terjadi adalah independent terhadap pendapatan permanent.
5. Teori konsumsi dari Kaldor
Teori ini dikembangkan oleh seorang ahli ekonomi yaitu Nicholas Kaldor. Teori-teori konsumsi modern umumnya mengkonsentrasikan pada analisis cross section sebagai sesuatu yang memang sudah begitu adanya atau sesuatu yang tidak perlu dipersoalkan.
Kaldor adalah salah seorang ahli ekonomi aliran Post Keynesian, yang memulai modelnya dengan membagi masyarakat ke dalam dua kelas yaitu kelas pekerja dan kelas kapitalis.
Secara singkat investasi (investment) dapat didefinisikan sebagai tambahan bersi terhadap stok kapital yang ada. Istilah lain dari investasi adalah pemupukan modal atau akumulasi modal. Dengan demikian, di dalam makroekonomi pengertian investasi tidak sama dengan modal. Dalam makroekonomi, investasi memiliki arti yang lebih sempit yaitu jumlah yang dibelanjakan sektor bisnis untuk menambahkan stok modal dalam periode tertentu. Sedangkan modal merupakan stok ketika nilai uang dari gedung-gedung, mesin-mesin, dan inventaris lainnya adalah tetap pada suatu waktu.
1. Teori Investasi dari Keynes
John Maynard Keynes mendasarkan teori permintaan investasi atas konsep efisiensi marjinal kapital (marginal efficiency of kapital atau MEC). Sebagai suatu definisi kerja, MEC dapat didefinisikan sebagai tingkat perolehan bersih yang diharapkan (expected net rate of return) atas pengeluaran kapital tambahan. Tepatnya, MEC adalah tingkat diskonto yang menyamakan aliran perolehan yang diharapkan dimasa yang akan datang dengan biaya sekarang dari kapital tambahan.
2. Teori Akselerator
Teori akselerator ini memusatkan perhatiannya pada hubungan antara permintaan akan barang modal dan permintaan akan produk akhir, dimana permintaan akan barang modal dilihat sebagai permintaan turunan dari permintaan akan barang atau produk akhir.
Dalam bentuk yang paling sederhana, teori tersebut mulai dengan mengasumsikan adanya capital-output ratio (COR) yang tertentu, yang ditentukan oleh kondisi teknis produksi.
3. Teori Dana Internal
Teori dana internal tentang investasi (internal funds theory of investment) mengatakan bahwa stok kapital dan investasi yang diinginkan, bergantung pada tingkat keuntungan. Beberapa penjelasan tentang hal ini telah dikemukakan oleh sejumlah ahli diantaranya adalah Jan Tinbergen yang mengatakan bahwa keuntungan yang terjadi (realized profits) secara akurat merefleksikan keuntungan yang diharapkan (expected profits), maka investasi memiliki hubungan positif dengan realized profits.
Jadi, singkatnya teori ini mengatakan stok kapital dan investasi yang diinginkan ditentukan oleh keuntungan; sedangkan menurut teori akselerator, investasi ditentukan oleh tingkat output. Karena dua teori tersebut memiliki pandangan yang berbeda menyangkut faktor-faktor penentu stok kapital yang diinginkan, maka dengan sendirinya kedua teori ini juga memiliki implikasi kebijakan yang berbeda pula. Bagi teori akselerator, kebijakan fiskal yang ekspansif cenderung menyebabkan tingkat output semakin tinggi, yang selanjutnya meningkatkan stok kapital yang diinginkan dan investasi. Di pihak lain, suatu penurunan pajak pendapatan perusahaan tidak akan meningkatkan stok kapital yang diinginkan dan investasi, tetapi meningkatkan ketersediaan dana internal. Sebaliknya, bagi teori dana internal, penurunan di dalam pajak pendapatan perusahaan, akan menyebabkan kenaikan yang signifikan di dalam stok kapital dan investasi yang diinginkan. Selain itu, kebijakan fiskal yang ekspansif juga tidak memiliki pengaruh langsung atau pengaruhnya kecil terhadap stok kapital yang diinginkan. Hal ini terjadi karena kebijakan fiskal mempengaruhi output, bukan ketersediaan dana internal. Kebijakan fiskal yang ekspansif mungkin memiliki pengaruh tidak lansung sebab keuntungan cenderung meningkat kalau output meningkat.
4. Teori Neoklasik
Menurut teori ini, stok kapital yang diinginkan ditentukan oleh output dan harga dari jasa kapital relatif terhadap harga output. Harga jasa kapital yang gilirannya bergantung pada barang-barang modal, tingkat bunga, dan perlakuan pajak atas pendapatan perusahaan. Jadi, menurut teori ini perubahan di dalam output atau harga dari jasa kapital relatif terhadap harga output akan mengubah atau mempengaruhi, baik stok kapital maupun investasi yang diinginkan.
Teori Neoklasik mengatakan bahwa tingkat bunga merupakan faktor penentu dari stok kapital yang diinginkan. Jadi, kebijakan moneter, melalui efek atau pengaruhnya atas tingkat bunga dapat mempengaruhi stok kapital dan investasi yang diinginkan.
5. Teori q dari Tobin
Teori investasi dari Tobin menyatakan bahwa stok kapital dan investasi yang diinginkan berhubungan positif dengan q, yaitu rasio antara nilai pasar (market value) dari modal terpasang perusahaan dengan biaya penggantian (replacemengt cost) modal terpasang perusahaan tersebut. Secara sederhana, q adalah rasio antara nilai pasar perusahaan dengan biaya penggantian modal
Tingkat konsumsi seseorang atau rumahtangga tidak hanya bergantung pada current income pada periode itu saja, akan tetapi juga dan bahkan yang lebih penting adalah pada pendapatan yang diharapkan diterima dalam jangka panjang. Faktor sosial ekonomi seseorang atau rumahtangga sangat mempengaruhi pola konsumsi orang atau rumah tangga tersebut.
Investasi adalah jumlah yang dibelanjakan sektor bisnis untuk menambah stok modal dalam periode tertentu. Stok kapital dan investasi yang diinginkan bergantung pada tingkat keuntungannya.