Selasa, 06 Desember 2011

BARANG SUPERIOR, BARANG INFERIOR DAN BARANG GIFFEN

BARANG SUPERIOR
Barang Superior adalah barang  - barang yang jumlah permintaannya ( Qd ) naik hanya apabila pendapatan masyarakat meningkat. Barang ini termasuk type barang normal dalam teori konsumen. Elastisitas pendapatan dari barang superior adalah lebih dari satu. Barang superior biasanya berupa barang - barang mewah yang memang hanya ditujukan untuk masyarakat ekonomi kelas atas.
Contoh barang superior adalah mobil, permintaan barang tersebut akan naik seiring naiknya pendapatan masyarakat dan apabila pendapatan masyarakat menurun permintaan atas barang tersebut menurun juga.
 BARANG INFERIOR
            Barang Inferior adalah barang yang jumlah permintaannya akan turun seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat.
Contoh barang Inferior adalah sandal jepit.                                                                  Ketika tingkat pendapatan masyarakat rendah, tingkat permintaan barang tersebut akan tinggi. Namun ketika tingkat pendapatan masyarakat meningkat permintaan atas barang tersebut akan turun karena masyarakat meninggalkannya dan memilih untuk membeli sandal lain yang lebih berkualitas meskipun dengan harga yang lebih mahal.
BARANG GIFFEN
            Barang Giffen adalah barang yang apabila harganya turun justru permintaannya ikut turun dan naiknya harga barang giffen justru menaikkan jumlah barang yang diminta.
Contoh barang giffen adalah Pakaian yang dijual oleh penjual pakaian bekas, apabila harga pakaian bekas tersebut rendah/ turun permintaan akan barang tersebut turun juga karena asumsi di masyarakat dengan harga yang rendah berarti mutu pakaian tersebut juga rendah dan sebaliknya apabila harganya naik/ tinggi berarti mutu dari pakaian bekas tersebut juga tinggi / baik sehingga permintaan dari konsumen juga tinggi.

VARIABLE MAKRO EKONOMI PENGARUHNYA TERHADAP KOMSUMSI DI INDONESIA


1. Teori konsumsi Keynes dengan hipotesis pendapatan disposabel
2. Teori konsumsi dengan hipotesis siklus hidup
3. Teori konsumsi dengan hipotesis pendapatan relatif
4. Teori konsumsi dengan hipotesis pendapatan permanen

Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah:

1. Faktor-faktor ekonomi
2. Faktor-faktor Demografi
3. Faktor-faktor Non ekonomi

Pembahasan
Teori-teori konsumsi yang digunakan dalam menganalisis tingkat pengeluaran konsumsi yaitu:
1. Teori konsumsi Keynes dengan hipotesis pendapatan disposabel
Keynes mengatakan bahwa ada batas konsumsi minimal yang tidak tergantung pada tingkat pendapatan. Jadi, pengeluaran konsumsi minimum tersebut harus tetap dipenuhi oleh masyarakat meskipun tingkat pendapatan sama dengan nol (outonomous consumtion). Jika penghasilan bertambah, maka pengeluaran konsumsi akan meningkat. Akan tetapi tambahan konsumsi tidak sebesar tambahan pendapatan disposabel. Seperti halnya dalam negara yang makin makmur dan sejahtera atau di negara-negara maju. Porsi pertambahan pendapatan yang digunakan untuk konsumsi makin berkurang, sedangkan kemampuan menabung meningkat. Ini berarti, persediaan dana investasi dalam negeri juga meningkat.
2. Teori konsumsi dengan hipotesis siklus hidup
Di model ini menekankan pada variabel sosial ekonomi. Landasan dasar model ini adalah bahwa konsumsi adalah kegiatan seumur hidup. Dalam artian, pengeluaran konsumsi masyarakat (seseorang) sangat tergantung pada usia seseorang dalam siklus hidupnya. Teori ini membagi pengeluaran konsumsi seseorang menjadi tiga tahapan berdasarkan umurnya. Tahap pertama adalah periode belum produktif. Dalam tahap ini, seseorang dikatakan dalam kondisi “Dissaving” yang berarti, dalam melakukan konsumsi seseorang masih tergantung pada orang lain, sejak manusia lahir hingga pertama kali bekerja. Tahap kedua adalah periode produktif. Dimulai dari usia bekerja hingga usia menjelang senja (tidak menghasilkan pendapatan disposabel sama sekali). Dalam tahap ini, seseorang dikatakan dalam kondisi “Saving” sebab seseorang pengeluaran konsumsinya sudah tidak tergantung pada orang lain. Tahap ketiga adalah periode tidak produktif lagi. Pada tahap ini, seseorang kembali berada pada kondisi “Disavving”, kembali bergantung terhadap orang lain dalam melakukan konsumsi. Tahap ini berada disaat usia senja dan tidak mendapatkan penghasilan sama sekali.
3. Teori konsumsi dengan hipotesis pendapatan relatif
Teori ini bermaksud merekonsiliasi hubungan yang tidak proporsional antara konsumsi dan pendapatan dengan tujuan agar diperoleh gambaran mengenai alasan sebab-sebab timbulnya timbulnya perbedaan tersebut. Dalam teori ini menggunakan dua asumsi: selera rumah tangga atas barang konsumsi adalah interdependen, dipengaruhi oleh pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat sekitarnya (tetangga). Yang kedua, pengeluaran konsumsi adalah irreversible yang berarti pola pengeluaran pada saat penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat penghasilan mengalami penurunan.
4. Teori konsumsi dengan hipotesis pendapatan permanen
Pendapatan permanen dapat diartikan sebagai pendapatan yang selalu diterima pada periode tertentu dan dapat diperkirakan sebelumnya (pendapatan upah dabn gaji) atau pendapatan yang diperoleh dari hasil semua faktor yang menentukan kekayaan seseorang (pendidikan, keahlian, obligasi, saham dan sebagainya). Sebenarnya, pendapatan permanen lebih berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi daripada pendapatan disposabel. Sebab pendapatan permanen dijadikan pertimbangan utama dalam mengambil keputusan mengosumsi barang dan jasa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi antara lain:
1. Faktor-faktor Ekonomi
a. Pendapatan rumah tangga
b. Kekayaan rumah tangga
c. Jumlah barang-barang konsumsi tahan lama dalam masyarakat
d. Tingkat bunga
e. Perkiraan masa depan
f. Kebijakan pemerintah mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan
2. Faktor-faktor Demografi (Kependudukan)
a. Jumlah penduduk
b. Komposisi penduduk

3. Faktor-faktor Non ekonomiFaktor-faktor Non ekonomi yang paling berpengaruh adalah faktor sosial-budaya masyarakat. Misalnya, berubahnya kebiasaan dan perubahan etika dan tata nilai karen aingin meniru orang lain.
Jika terjadi sedikit penyakit dalam variabel makro, seperti munculnya inflasi yang disebabkan oleh berbagai golongan ekonomi dalam masyarakat berusaha memperoleh tambahan pendapatan relatif lebih besar daripada kenaikan produktivitas mereka atau adanya kebijakan pemerintah yang bersifat ekonomi atau non ekonomi yang merangsang kenaikan harga barang, maka stabilitas perekonomian akan lesu dan terganggu. Disinilah pemerintah mempunyai peran besar dalam mengendalikan perekonomian agar tetap stabil. Inflasi akan berdampak langsung kepada produsen, masyarakat, dan perbankan. Bagi produsen, biaya produksi serta harga-harga faktor akan semakin mahal, mau tak mau output yang dikeluarkan akan berkurang, hingga jumlah buruh akan sangat diperhitungkan. Sedangkan dampak yang langsung dirasakan oleh masyarakat adalah melonjaknya harga barang-barang yang dikonsumsi setiap hari, sebab biaya produksi semakin mahal. Dalam dunia perbankan, sebagian besar nasabah akan enggan menabung.

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat di tarik benang merah, bahwa tingkat pengeluaran konsumsi mempunyai hubungan yang positif dengan pendapatan. Berbeda dengan negara-negara berkembang, ketika pendapatan meningkat negara-negara maju akan lebih sedikit menambah porsi pendapatan untuk konsumsi, sebab sebagian besar akan dialoksikan untuk memperkuat kemampuan saving, sehingga persediaan investasi dalam negeri untuk pembangunan meningkat juga.

Golongan ekonomi dalam masyarakat ingin menambah pendapatan relatif, musti diimbangi dengan tingkat produktivitas yang tinggi agar tidak menimbulkan tingkat inflasi dan mengurangi pribadi konsumtif dalam masyarakat.

Saran

Menimbang fenomena ekonomi diatas, bahwa konsumsi masyarakat berpengaruh pada stabilitas perekonomian sebab porsinya yang sangat besar, maka pemerintah hendaknya mengimbangi pada pengeluaran konsumsi pemerintah. Pemerintah juga diharapkan untuk bisa mewujudkan masyarakat yang berproduktivitas tinggi agar tidak tertanam pribadi-pribadi yang konsumtif, tetapi melahirkan masyarakat yang produktif. Disarankan juga bagi masyarakat, bila pendapatan atau penghasilan meningkat, hendaklah kemampuan saving diperkuat lagi, agar investasi dalam negeri meningkat yang berdampak membaiknya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Makro, edisi ke-3, Jakarta: LP-FEUI, 2005.

Waluyo, Dwi Eko, Ekonomika Makro, edisi revisi, Malang: UMM Press, 2007.

www.scribd.com/doc/7535257/

KOMSUMSI & INVESTASI

KONSUMSI
1. Teori Pendapatan Absolut tentang Konsumsi
 John Maynard Keynes lewat bukunya berjudul The General Theory of Employment, Interest, and Money , mengemukakan suatu teori konsumsi yang disebut teori teori pendapatan absolut tentang konsumsi atau lebih dikenal dengan hipotesis pendapatan absolut. Teori konsumsi dari Keynes tersebut didasarkan atas dasar hukum psikologis yang mendasar tentang konsumsi, yang mengatakan apabila pendapatan mengalami kenaikan, maka konsumsi juga akan mengalami kenaikan, tetapi dengan jumlah yang lebih kecil. Kecenderungan mengkonsumsi rata-rata akan semakin kecil apabila tingkat pendapatan naik. Hal ini berarti bahwa kalau pendapatan naik, maka rumah tangga akan mengkonsumsi fraksi atau bagian dari pendapatan yang semakin kecil. Kecenderungan menabung rata-rata akan semakin besar apabila pendapatan naik.

Versi dari fungsi konsumsi yang baru saja dijelaskan di atas inilah yang dinamakan hipotesis pendapatan absolut (absolute income hypothesis atau AIH). Apa yang dikemukakan keynes tersebut melalui AIH-nya itu, ternyata telah mendapatkan kritikan dari para ahli ekonomi diantaranya adalah Simon Kuznets (1949), menemukan bahwa kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (APC) ternyata tidak turun dan APS juga tidak naik ketika pendapatan naik. Dengan perkataan lain, Kuznets menemukan bahwa APC hampir stabil atau konstan selama periode penelitian tersebut, dan diperkirakan besarnya berkisar antara 0,84-0,89 atau rata-rata sekitar 0,86. Oleh karena APC=MPC, maka itu berarti MPC juga memiliki nilai yang besarnya sekitar 0,86 dan bersifat stabil atau konstan.

Raymond Goldsmith (1955) menemukan bahwa MPC rata-rata untuk periode tersebut adalah sekitar 0,88. Jadi, studi-studi tentang fungsi konsumsi jangka panjang tersebut, baik yang dilakukan Kuznets maupun Goldsmith tidak memberikan konfirmasi tentang hipotesis pendapatan absolute (AIH) dari Keynes bahwa APC menurun kalau pendapatan naik.

  2. Teori Pendapatan Relatif tentang Konsumsi
 James S.Duesebberry mengemukakan hipotesis pandapatan relatif lebih menekankan pada pendapatan relatif daripada pendapatan absolut. Selai itu RIH mengatakan bahwa pengeluaran konsumsi dari individu atau rumah tangga tidak tergantung pada pendapatan sekarang dari individu, tetapi lebih tergantung pada tingkat pendapatan tertinggi yang pernah dicapai seseorang sebelumnya.

Menurut Duesenberry pengeluaran konsumsi seseorang atau rumah tangga bukanlah fungsi dari pendapatan absolut, tetapi fungsi dari posisi relatif seseorang di dalam pembagian pendapatan di dalam masyarakat. Artinya, pengeluaran konsumsi individu tersebut bergantung pada pendapatan relatif terhadap pendapatan individu lainnya di dalam masyarakat . dalam kaitan ini, James Duesenberry menyebutkan ada dua karakteristik penting dari perilaku konsumsi rumah tangga yaitu adanya sifat saling ketergantungan (interdependent) diantara rumah tangga, dan tidak diubah-ubah (irreversibility) sepanjang waktu. Saling ketergantungan disini menjelaskan mengapa rumahtangga berprndapatan rendah cenderung memiliki APC yang lebih tinggi  daripada rumahtangga berpendapatan tinggi. Hal ini terjadi karena rumahtangga yang berpendapatan rendah telah terkena apa yang oleh James Duesenberry namakan sebagai efek demonstrasi (demonstration effect), dimana masyarakat berpendapatan rendah cenderung meniru atau mengkopi pola konsumsi dari masyarakat di sekelilingnya yang cenderung menaikkan pengeluaran konsumsinya.

Adanya sifat irreversibility dari perilaku konsumsi tersebut telah menyebabkan timbulnya short-run ‘ratchet’ effect dari perubahan di dalam pendapatan, dimana seseorang atau rumahtangga lebih mudah untuk meningkatkan pengeluaran konsumsinya kalau terjadi kenaikan pendapatan, tetapi sebaliknya lebih sulit untuk mengurangi pengeluaran konsumsi kalau terjadi penurunan pendapatan. Dengan perkataan lain, seseorang atau rumahtangga menurut Duesenberry akan berusaha sedemikian rupa untuk mempertahankan standar hidup atau pola konsumsi mereka, dan hal itu dilakukan dengan cara mengurangi tabungan mereka. Singkatnya, adanya sifat irreversibility dari pengeluaran konsumsi rumahtangga itu mempunyai makna bahwa sekali fungsi konsumsi jangka pendek itu bergeser ke atas, maka akan sangat sulit untuk begeser kembali ke bawah apabila terjadi penurunan di dalam pendapatan.  

3. Teori  Siklus Kehidupan tentang Konsumsi
 Teori konsumsi yang dikembangkan oleh Albert Ando, Franco Modigliani, dan Richard Brumberg, yang lebih dikenal dengan teori siklus kehidupan tentang konsumsi atau hipotesis siklus kehidupan, hal ini merupakan penyempurnaan dari teori pendapatan absolut dan teori pendapatan relatif yang telah dikemukakan sebelumnya.

Menurut pencetus teori ini, tingkat konsumsi seseorang atau rumahtangga tidak hanya bergantung pada current income pada periode itu saja, akan tetapi juga dan bahkan yang lebih penting adalah pada pendapatan yang diharapkan diterima dalam jangka panjang.

Menurut teori ini, faktor sosial ekonomi seseorang atau rumahtangga sangat mempengaruhi pola konsumsi orang atau rumahtangga tersebut. Teori ini membangi pola konsumsi seseorang menjadi 3 bagian, yaitu (1) sebelum seseorang dapat menghasilkan sendiri pendapatan, maka ia akan mengalami tabungan negatif (dissaving) (ia berkonsumsi akan tetapi tidak menghasilkan pendapatan), (2) dimana seseorang berusia kerja dan dapat menghasilkan sendiri pendapatan sampai ia tepat pada saat berusia tidak bisa bekerja lagi, dan dalam kondisi ini orang tersebut akan mengalami saving, (3) saat dimana seseorang pada usia tua dan tidak mampu lagi untuk menghasilkan sendiri pendapatan. Pada saat ini orang tersebut kembali mengalami dissaving. Konsumsi tidak hanya bergantung pada current income, akan tetapi juga pada expected future dan current assat holdings.

  4. Teori Pendapatan Permanen tentang Konsumsi
 Teori yang dikembangkan oleh Milton Friedman di dlam bukunya dikenal dengan teori pendapatan permanen tentang konsumsi atau hipotesis pendapatan permanen (permanent income hypothesis, PIH), mengemukakan bahwa pengeluaran konsumsi sekarang(current comsumtion) bergantung pada pendapatan sekarang (current income) dan pandapatan yang diperkiraan di masa yang akan datang (anticipated future income). Friedman mempostulatkan bahwa konsumsi adalah proporsional terhadap pendapatan. Pendapatan permanen adalah pendapatan rata-rata yang diharapkan diterima seseorang selama masa hidupnya, baik yang bersal dari kekayaan manusia maupun kekayaan bukan manusia.

Dalam jangka panjang menurut teori PIH, pengeluaran konsumsi adalah proporsional terhadap pendapatan dikarenakan permanent income dan actual income  adalah sama secara rata-rata. Dalam jangka pendek, variasi di dalam actual income yang terjadi adalah independent terhadap pendapatan permanent.

5. Teori konsumsi dari Kaldor
 Teori ini dikembangkan oleh seorang ahli ekonomi yaitu Nicholas Kaldor. Teori-teori konsumsi modern umumnya mengkonsentrasikan pada analisis cross section sebagai sesuatu yang memang sudah begitu adanya atau sesuatu yang tidak perlu dipersoalkan.

Kaldor adalah salah seorang ahli ekonomi aliran Post Keynesian, yang memulai modelnya dengan membagi masyarakat ke dalam dua kelas yaitu kelas pekerja dan kelas kapitalis.
  • INVESTASI
            Secara singkat investasi (investment) dapat didefinisikan sebagai tambahan bersi terhadap stok kapital yang ada. Istilah  lain dari investasi adalah pemupukan modal atau akumulasi modal. Dengan demikian, di dalam makroekonomi pengertian investasi tidak sama dengan modal. Dalam makroekonomi, investasi memiliki arti yang lebih sempit yaitu jumlah yang dibelanjakan sektor bisnis untuk menambahkan stok modal dalam periode tertentu. Sedangkan modal merupakan stok ketika nilai uang dari gedung-gedung, mesin-mesin, dan inventaris lainnya adalah tetap pada suatu waktu.  

1. Teori Investasi dari Keynes
 John Maynard Keynes mendasarkan teori permintaan investasi atas konsep efisiensi marjinal kapital (marginal efficiency of kapital atau MEC). Sebagai suatu definisi kerja, MEC dapat didefinisikan sebagai tingkat perolehan bersih yang diharapkan (expected net rate of return) atas pengeluaran kapital tambahan. Tepatnya, MEC adalah tingkat diskonto yang menyamakan aliran perolehan yang diharapkan dimasa yang akan datang dengan biaya sekarang dari kapital tambahan.

 2. Teori Akselerator
 Teori akselerator ini memusatkan perhatiannya pada hubungan antara permintaan akan barang modal dan permintaan akan produk akhir, dimana permintaan akan barang modal dilihat sebagai permintaan turunan dari permintaan akan barang atau produk akhir.

Dalam bentuk yang paling sederhana, teori tersebut mulai dengan mengasumsikan adanya capital-output ratio (COR) yang tertentu, yang ditentukan oleh kondisi teknis produksi.  

3. Teori Dana Internal
 Teori dana internal tentang investasi (internal funds theory of investment) mengatakan bahwa stok kapital dan investasi yang diinginkan, bergantung pada tingkat keuntungan. Beberapa penjelasan tentang hal ini telah dikemukakan oleh sejumlah ahli diantaranya adalah Jan Tinbergen yang mengatakan bahwa keuntungan yang terjadi (realized profits) secara akurat merefleksikan keuntungan yang diharapkan (expected profits), maka investasi memiliki hubungan positif dengan realized profits.

Jadi, singkatnya teori ini mengatakan stok kapital dan investasi yang diinginkan ditentukan oleh keuntungan; sedangkan menurut teori akselerator, investasi ditentukan oleh tingkat output. Karena dua teori tersebut memiliki pandangan yang berbeda menyangkut faktor-faktor penentu stok kapital yang diinginkan, maka dengan sendirinya  kedua teori ini juga memiliki implikasi kebijakan yang berbeda pula. Bagi teori akselerator, kebijakan fiskal yang ekspansif cenderung menyebabkan tingkat output semakin tinggi, yang selanjutnya meningkatkan stok kapital yang diinginkan dan investasi. Di pihak lain, suatu penurunan pajak pendapatan perusahaan tidak akan meningkatkan stok kapital yang diinginkan dan investasi, tetapi meningkatkan ketersediaan dana internal. Sebaliknya, bagi teori dana internal, penurunan di dalam pajak pendapatan perusahaan, akan menyebabkan kenaikan yang signifikan di dalam stok kapital dan investasi yang diinginkan. Selain itu, kebijakan fiskal yang ekspansif juga tidak memiliki pengaruh langsung atau pengaruhnya kecil terhadap stok kapital yang diinginkan. Hal ini terjadi karena kebijakan fiskal mempengaruhi output, bukan ketersediaan dana internal. Kebijakan fiskal yang ekspansif mungkin memiliki pengaruh tidak lansung sebab keuntungan cenderung meningkat kalau output meningkat.  

4. Teori Neoklasik
 Menurut teori ini, stok kapital yang diinginkan ditentukan oleh output dan harga dari jasa kapital relatif terhadap harga output. Harga jasa kapital yang gilirannya bergantung pada barang-barang modal, tingkat bunga, dan perlakuan pajak atas pendapatan perusahaan. Jadi, menurut teori ini perubahan di dalam output atau harga dari jasa kapital relatif terhadap harga output akan mengubah atau mempengaruhi, baik stok kapital maupun investasi yang diinginkan.

Teori Neoklasik mengatakan bahwa tingkat bunga merupakan faktor penentu dari stok kapital yang diinginkan. Jadi, kebijakan moneter, melalui efek atau pengaruhnya atas tingkat bunga dapat mempengaruhi stok kapital dan investasi yang diinginkan.  

5. Teori q dari Tobin
 Teori investasi dari Tobin menyatakan bahwa stok kapital dan investasi yang diinginkan berhubungan positif dengan q, yaitu rasio antara nilai pasar (market value) dari modal terpasang perusahaan dengan biaya penggantian (replacemengt cost) modal terpasang perusahaan tersebut. Secara sederhana, q adalah rasio antara nilai pasar perusahaan dengan biaya penggantian modal

   Tingkat konsumsi seseorang atau rumahtangga tidak hanya bergantung pada current income pada periode itu saja, akan tetapi juga dan bahkan yang lebih penting adalah pada pendapatan yang diharapkan diterima dalam jangka panjang. Faktor sosial ekonomi seseorang atau rumahtangga sangat mempengaruhi pola konsumsi orang atau rumah tangga tersebut.

  Investasi adalah jumlah yang dibelanjakan sektor bisnis untuk menambah stok modal dalam periode tertentu. Stok kapital dan investasi yang diinginkan bergantung pada tingkat keuntungannya.